Definisi Etika dan Bisnis sebagai
sebuah profesi
1. Hakikat Mata Kuliah Etika Bisnis
Menurut
Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas
asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral.
Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari
tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem
ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk
menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Contoh
praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral :
Uang
milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat
perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika
bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan
dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang
pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang
terlanjur wajib dikembalikan.
Pejabat
yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar
diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan
saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.
Contoh
tidak memiliki kesadaran moral :
Seorang
berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang sangat ramai itu menodong dengan
clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan
kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaran moral bahwa perbuatan
itu bertentangan dan dilarang oleh
ajaran agama, hukum dan adat? Sejak kecil ia ditinggalkan oleh ibu bapaknya
akibat perceraian, ia bergaul dengan anak gelandangan, pencuri. Sesudah dewasa
menjadi penodong ulung. Ia menodong atau membunuh tanpa mengenal rasa takut
atau berdosa, bahkan sudah merupakan suatu profesi.
2. Definsi Etika dan Bisnis
a. Pengertian Etika
Pengertian
Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos”
dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan
menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu
moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika
adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang
membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami
oleh pikiran manusia.
b.
Pengertian Bisnis
Bisnis
berasal dari bahasa Inggris business, mengembangkan kata dasar busy yang
berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat.
Sedangkan dalam kamus lengkap bahasa Inggris karangan Prof. Drs. S. Wojowasito
dan W.J.S Poerwadarminta, business diterjemahkan menjadi : pekerjaan;
perusahaan; perdagangan; atau urusan. Jadi bisnis bisa diartikan menjadi suatu
kesibukan atau aktivitas dan pekerjaan
yang mendatangkan keuntungan atau nilai tambah. Dalam ilmu ekonomi, bisnis
merupakan organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis
lainnya, untuk mendapatkan laba. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan
bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan
meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah
bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka
berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya
bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya
atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar
kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
c.
Pengertian Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh
aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku
karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan
pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip
bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja
unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika
sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi
standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya
sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral
yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
3. Etiket Moral, Hukum dan Agama
a.
Etiket
Istilah
etiket berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan, yang
lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu
undangan yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah
etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara
berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun
lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.
Dalam
pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang baik dalam
menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket merupakan sekumpulan
peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat penting untuk
diketahui oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam perjuangan hidup
yang penuh dengan persaingan.
Etiket
juga merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku individual dalam
masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau tata krama lahiriah untuk
mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status social masing-masing
individu.
Perbedaan
Moral dan Hukum :
Sebenarnya
atas keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Karena antara satu dengan yang
lain saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan oleh
moralnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral.
Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat
kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moral pun
membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila tidak dikukuhkan,
diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat
meningkatkan dampak social moralitas. Walaupun begitu tetap saja antara Moral
dan Hukum harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain :
-
Hukum bersifat obyektif karena hukum
dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hukum lebih memiliki
kepastian yang lebih besar.
-
Norma bersifat subyektif dan akibatnya
seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi yang menginginkan kejelasan
tentang etis dan tidaknya.
-
Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya
pada tingkah laku lahiriah manusia saja.
-
Sedangkan moralitas menyangkut perilaku
batin seseorang.
-
Sanksi hukum bisanya dapat dipaksakan.
-
Sedangkan sanksi moral satu-satunya
adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
-
Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan
pada kehendak masyarakat.
-
Sedangkan moralitas tidak akan dapat
diubah oleh masyarakat
Perbedaan
Etika dan Agama :
Etika
mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam
menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Perbedaan antara etika dan
ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional.
Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada Tuhan dan ajaran
agama.
Etika dan Moral
Etika
lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering
dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas
dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah
:
-
Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita
mesti bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus
dinyatakan dalam bentuk yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam
situasi kongkret itu.
-
Kaidah Keadilan. Prinsip keadilan adalah
kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban
yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentu saja disesuaikan dengan
kadar angoota masing-masing.
4. Klasifikasi Etika
a.
Etika Normatif
Etika
normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan
pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak
secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau
keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan
pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan
agar sautu tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2).
Dalam
etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme,
etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami
bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana
sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam
pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam
pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti “Fulan seharusnya
melakukan X” atau “Fulan seharusnya tidak melakukan X”.
b. Etika Terapan
Etika
terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik
kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti
perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa
dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum
ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai
masalah etika terapan.
Pertama,
permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada
kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral.
Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua
orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya,
isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang
mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata.
c.
Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi
tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu,
etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan
filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan
perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif
juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang
dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau
masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa
sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa
yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa
kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener,
2000, 3).
d.
Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat
penilaian moral. Fokus dari metaetika adalah arti atau makna dari
pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika
merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan
dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik
Metaetika
juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi
pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang
dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu
didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.
Perkembangan
metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang
berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis
berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah
pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari
Positivisme Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka
pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada
bukti, maka tidak ada makna.
Disini
kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan “naturalistic fallacy“, yaitu
dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang
apa yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan dari bahasa
etika adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran
sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa
yang dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan
etis punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua,
yaitu realisme etis dan nonrealisme etis.
5. Konsepsi Etika
Terminologi
etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom” atau kebiasaan yang
berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Etika berbeda dengan
etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan
urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara
yang sopan; sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.(
Fr. Yohanes Agus Setyono CM).
Kata
etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis
estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat). Etiket didefinisikan
sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan
sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket
yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol (protocol [ Prancis ] ;
protocollum [ Latin ]). Etiket antara lain menyangkut cara berbicara,
berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan menerima telepon,
bertamu, dan berkenalan.( Mintarsih Adimihardja) Konsep-konsep dasar etika
antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah
laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang
untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan
tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
Teori
– teori etika :
1. Utilitarianisme
Utilitarianisme
menyatakan bahwa suatu tindakan dianggap baik bila tindakan ini meningkatkan
derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan
derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan.
Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana
yang dapat memberikan kebaikan terbesar. Seringkali, kita tidak mungkin
benar-benar mengetahui konsekuensi tindakan kita sehingga ada resiko bahwa
perkiraan terbaik bisa saja salah.
2. Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit
Analysis)
Pada
dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam
analisis biaya keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga
keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap
biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan. Bila dilihat dari teorinya,
sangatlah mudah untuk menghitung biaya dan keuntungan, namun dalam penerapannya
bukan hanya hal-hal yang bersifat materi saja yang perlu diperhitungkan
melainkan hal-hal lahir juga perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan.
3. Etika Kewajiban dan Etika Hak
Etika
kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan
tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan,
etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan
semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika. Etika
kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata
uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus
dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa
hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat
individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering
terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.
4. Etika Moralitas
Pada
dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi
orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika
tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap
salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak
bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namun moral pribadi akan
berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan
pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan
bermoral.
Referensi
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar